Jumat, 05 September 2008

STUDI PEMILIHAN DAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DI KALANGAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) DI LOKASI PASAR KEMBANG YOGYAKARTA TAHUN 2005

I Made Arya Sutama , Rita Suhadi
*) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Intisari
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif berupa survei epidemiologik dengan rancangan cross-sectional dan analisis dengan statistik deskriptif. Tujuan penelitian untuk mengamati pemilihan dan dan penggunaan antibiotika pada 63 Pekerja Seks Komersial di Pasar Kembang Yogyakarta. Instrumen penelitian berupa kuesioner dan wawancara.
Hasil penelitian adalah 46% menggunakan ampisilin, 31,8% menggunakan amoksisilin, dan 22,2% menggunakan tetrasiklin. Antibiotika yang digunakan PSK tahun 2002 dengan tahun 2005 memiliki kesamaan. Drug Related Problems yang terkait adalah 54 kasus pernah mengalami dosis obat terlalu rendah, 43 kasus tidak membutuhkan terapi obat, 22 kasus perlu tambahan terapi, 2 kasus tidak taat akan aturan pakai obat, dan 14 salah memilih obat.
Kata kunci: antibiotika, pekerja seks komersial, infeksi menular seksual, Drug Related Problems.
Abstract
This study was a descriptive study, conducted with epidemiological survey cross-sectional design, and analyzed with descriptive statistics. The study was aimed to observe the antibiotic selection and usage by 63 prostitutes in Pasar Kembang Yogyakarta. The instruments of the study were questioner and interview.
The result showed that types of antibiotics were ampicillin 46.0%, amoxicillin 31.8%, and tetracycline 22.2%. These antibiotics were similar to the ones used in the previous study in 2002. The drug related problems were found, i.e. 54 cases experienced of dosage too low, 43’s unnecessary drug therapy, 22’s need for additional drug therapy, 2’s non-compliance, and 14’s wrong drugs.
Keywords: antibiotics, prostitutes, sexual transmitted diseases, drug related problems
___________
Bab I. Pendahuluan
Pekerja Seks Komersial (PSK) perempuan adalah kelompok yang berisiko tinggi terhadap IMS. Prevalensi terjangkitnya Chlamydia (8-73,3%) merupakan yang tertinggi dibanding PMS lainnya, seperti: kandidiasis (11,2-28,9%) atau bakterial vaginosis (30%) (Qomariah, dkk., 1999), selain itu PSK berisiko tinggi tertular HIV/AIDS (Aprilianingrum, 2002).
51
Saat ini banyak sekali terjadi kasus penggunasalahan obat karena kurangnya pengetahuan dan informasi tentang penggunaan obat. Pelayanan kefarmasian di masyarakat sangat diperlukan oleh pasien untuk memberikan jaminan pengobatan rasional yaitu efektif, aman, tersedia, dan biayanya terjangkau (Prayitno, 2000) dan mencegah serta menangani Drug Related Problems (DRP). Drug related problem meliputi: membutuhkan tambahan terapi obat, salah obat, dosis kurang, dosis berlebihan, obat yang merugikan, ketidaktaatan pasien, dan tidak perlu obat (Strand,1998).
Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis (Aprilianingrum, 2002).
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2001).
2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001).
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells, Dipiro, Schwinghammer, Hamilton, 2003).
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003).
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).
Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004), resisten antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan biaya lebih mahal.
Berdasarkan latar belakang di atas telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk:
1. Mengamati profil antibiotika yang digunakan oleh PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta tahun 2005 dan membandingkannya dengan antibiotika yang digunakan pada tahun 2002 yang diteliti oleh Putranto tahun 2002.
52
2. Mengevaluasi Drug Related Problems yang terkait dalam pemilihan dan penggunaan antibiotika tersebut
Bab II. Metodologi Penelitian
A. Jenis dan Rancangan
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif yang dikerjakan dengan metode survei epidemiologi. Rancangan yang digunakan adalah cross-sectional (Pratiknya, 2001).
B. Subyek dan Kriteria Inklusi
Subyek penelitian adalah PSK perempuan di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta yang telah menjalani profesinya selama minimal 6 bulan dan merupakan penghuni tetap. Jumlah subyek ditentukan sesuai dengan rumus berikut: )(d N 1Nn2+= (Notoatmodjo, 2002)
di mana :
n : besar sampel yang diambil
N : besar populasi
d : tingkat signifikansi
Populasi PSK yang ada adalah 168 orang dengan tingkat signifikansi 10%, maka banyaknya sampel yang diambil adalah: 63 orang.
C. Teknik Sampling
Teknik sampling penelitian ini adalah accidental sampling (Sarwanto dan Kuntara, 2003).
D. Instrumen
Instrumen penelitian adalah lembar kuesioner dan wawancara.
E. Cara Kerja
Analisis situasi dilakukan untuk melihat keseharian subyek sebelum dilakukan penelitian. Setelah itu dilakukan pembuatan kuesioner. Pertanyaan disusun dan dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel penelitian. Penyebaran kuesioner didahului dengan uji coba kuesioner untuk menguji instrumen. Penyebaran kuesioner dikerjakan dengan bantuan relawan dari LSM Griya
53
Lentera yang bekerja di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta. Data kuesioner didukung dengan wawancara terstruktur.
F. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menggunakan statistik deskriptif. Data dievaluasi per jenis DRP yang ditemukan berdasarkan standar Pharmacotherapy Handbook 5th edition.
G. Kesulitan Penelitian
Kesulitan-kesulitan selama penelitian ini adalah sulitnya berkomunikasi dengan PSK karena mereka cenderung tertutup untuk menerima keberadaan orang lain.
Bab III. Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik Subyek
1. Umur: 30,1±8,4% (21-26 tahun), 27±8,4% (33-38 tahun), 7,5±8,4 % (27-32 tahun), 15,9±8,4% (39-44 tahun), 9,5±8,4% (15-20 tahun). Usia antara 21-26 tahun tertinggi karena pada usia ini mereka memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan lawan jenis dan memiliki daya tarik paling tinggi.
2. Pendidikan Terakhir: SD 54%, SLTP 28,6%, dan SLTA 17,4%. Hal ini berarti pengetahuan mereka relatif rendah untuk memahami macam penyakit yang bisa ditularkan melalui hubungan seks. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku PSK dalam melakukan hubungan seksual.
B. Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika
1. Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual (IMS)
Pengetahuan PSK tentang IMS cukup tinggi ini terbukti bahwa 65% mengetahui tentang IMS dan 35% tidak mengetahui tentang IMS.
2. Pengetahuan Tentang Antibiotika
Pengetahuan PSK akan antibiotika cukup tinggi yaitu sebesar 84,1% mengetahui dan yang tidak mengetahui sebesar 15,9%. Pengetahuan ini mereka dapatkan dari perbincangan mereka dengan teman-teman sesama PSK, relawan GL yang bekerja di sana serta dari dokter di klinik kesehatan.
54
3. Tempat Mendapatkan Antibiotika
Warung 15,9%, apotek 23,8%, dokter 50,8%, dan teman/saudara 9,5%.
4. Penggunaan Terakhir Antibiotika
Terakhir kali menggunakan antibiotika 57,1% dalam 1 minggu ini, 14,2 % dalam 1 bulan ini, 20,7% dalam 3 bulan ini, dan 8% dalam 3 bulan ini.
5. Intensitas Pemakaian Antibiotika
Tingkat pemakaian antibiotika subyek secara rutin baik pada waktu sakit maupun sehat relatif sangat tinggi. Penggunaan antibiotika setiap minggu 49,2%, setiap bulan 19%, dan pemakaian pada waktu sakit 31,8%. Alasan penggunaan antibiotika setiap minggu adalah untuk pencegahan penyakit IMS. Padahal antibiotika yang tidak tepat indikasi dan dosis akan menyebabkan resistensi bakteri akibatnya penyakit akan tambah parah dan biaya yang dikeluarkan untuk penanggulangan akan bertambah mahal.
6. Profil Antibiotika Tahun 2005
Profil antibiotika pada tahun 2005 adalah ampisilin sebesar 46% yang terdiri dari ampisilin 28,6% dan Binotal® 17,4%, disusul amoksisilin 31,8%, dan Supertetra® (tetrasiklin) 22,2%.
7. Pengetahuan tentang Aturan Pakai
Sebagian besar subyek mengaku tidak mengetahui aturan pakai obat sebesar 63,5% dan yang mengaku mengetahui 36,5%. Penyebab mereka tidak mengetahui aturan pakai suatu obat adalah karena rendahnya pengetahuan mereka serta kurangnya informasi mengenai hal tersebut.
8. Tindakan Mengganti Antibiotika
Sebanyak 69,8% subyek setia akan 1 obat artinya mereka jarang mengganti obat selain obat yang biasa mereka gunakan. Sementara yang pernah mengganti obat sebesar 30,2%, alasannya obat yang biasa mereka pakai tidak ada, efek samping yang merugikan, dan efeknya berkurang. Pengaruh teman sangat besar di sekitar kawasan ini, hal ini dapat dilihat dari perilaku mereka dalam mengganti antibiotika 42,1±13,1% karena ikut-ikutan teman, 21,1±13,1% karena obatnya sudah tidak manjur, 26,3%±13,1 karena efek samping dan 10,5%±13,1 karena obatnya lebih mahal.
55
9. Efek Samping
Efek samping dialami oleh 47,6% subyek. Efek samping yang dirasakan 30% pusing, 50% mual-mual, 10% kulit gatal/kemerahan 6,7% jantung berdebar-debar dan 3,3% mengantuk.
10. Pengetahuan tentang Resisten
Pekerja Seks Komersial di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta 52,4% tidak mengetahui adanya resistensi antibiotika yaitu suatu keadaan dimana antibiotika yang digunakannya tidak berefek lagi.
11. Tindakan yang Dilakukan Jika Obat Sudah Resisten
Apabila obat yang digunakan sudah tidak berkhasiat, subyek 74,6% memilih pergi ke dokter agar penyakit mereka cepat sembuh, 15,9% memilih ganti obat yang lain sendiri, dan 9,5% memilih minum jamu. Sebagian besar PSK mengaku setelah menggunakan obat rutin mereka sembuh dalam 3-5 hari, walaupun dosis, frekuensi dan aturan pakainya tidak sesuai aturan (dibahas pada bagian DRP).
.
C. Perbedaan Profil Antibiotika Tahun 2005 dengan yang Diteliti oleh Putranto (2002)
Tabel I. Profil antibiotika yang dipakai PSK di Pasar Kembang Yogyakarta
Tahun 2002
Tahun 2005
Profil Antibiotika
Persentase (%)
Persentase (%)
Ampisilin
63
46
Amoksisilin
23
31,8
Tetrasiklin
14
22,2
Profil antibiotika yang dipakai oleh PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta tahun 2002 dan 2005 tidak ada perbedaan, hal ini disebabkan karena pengaruh lingkungan di sekitarnya yang hanya mempergunakan obat-obatan itu secara terus-menerus. Disamping itu subyek takut untuk mengganti obat karena mereka merasa khasiat obatnya. Sensitivitas antibiotika yang mereka gunakan tidak bisa diketahui karena tidak ada data klinis/laboratorium yang mendukung. Untuk mengetahui sensitivitas antibiotika dapat dilakukan Uji Kultur dan Sensitivitas.
56
D. Drug Related Problems
1. Dose too low (dosis terlalu rendah)
Ampisilin sebanyak 29 kasus, dosis yang dipakai terlalu rendah karena ampisilin hanya digunakan 1 kali sehari dengan durasi 3-5 hari, seharusnya 4 kali sehari selama 7-14 hari. Amoksisilin 16 kasus sama dengan pemakaian ampisilin yang seharusnya digunakan 3 kali sehari tiap 8 jam. Dari 14 kasus dengan tetrasiklin, 9 kasus dosis terlalu rendah.
2. Unnecessary drug therapy (tidak perlu obat)
Sebanyak 43 kasus dikategorikan tidak memerlukan terapi karena tidak sesuai dengan indikasi obat dengan gejala dan sakit yang dialami.
3. Need for additional drug therapy (perlu tambahan terapi)
Gejala-gejala yang dirasakan oleh 22 kasus dengan keputihan, kencing terasa panas, dan lecet-lecet pada alat kelamin mengarah pada penyakit Gonore. Terapinya adalah ampisilin atau amoksisilin yang sebaiknya dikombinasi dengan probenesid untuk mendapatkan efek yang optimal dan mencegah resistensi. Interaksi antara ampisilin atau amoksisilin dengan probenesid akan meningkatkan jumlah ampisilin atau amoksisilin di dalam tubuh. Tidak ada kasus yang menggunakan probenesid.
Rekomendasi penggunaan kondom sebagai terapi pencegahan IMS, karena tidak ada subyek yang rutin menggunakan kondom. Salah seorang PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta pada waktu penelitian meninggal dunia karena positif terkena HIV/AIDS.
4. Compliance (ketaatan)
Ketaatan PSK di Pasar Kembang Yogyakarta tentang penggunaan antibiotika masih kurang, dari 5 subyek yang diwawancarai 2 subyek mengaku tidak taat akan aturan pakai obat. Rekomendasi yang bisa diberikan adalah dengan memberikan penyuluhan tentang penggunaan obat yang rasional.
5. Wrong drugs (pemilihan obat salah)
Tetrasiklin digunakan 14 kasus merupakan pemilihan obat salah, karena dari gejala-gejala yang ada seperti: keputihan, kencing terasa panas, dan lecet-lecet pada alat kelamin yang mengarah ke penyakit Gonore. Tetrasiklin
57
merupakan obat pilihan utama untuk penyakit Klamidia. Gejala-gejala yang biasa muncul pada penyakit Klamidia adalah peradangan pada alat reproduksi, keputihan encer, nyeri di rongga panggul, dan pendarahan setelah hubungan seksual. Keadaan ini tidak ditemukan pada kasus yang diteliti. Pada kasus penyakit Gonore pemilihan obat yang tepat adalah: penisilin ditambah probenesid, ampisilin dan amoksisilin ditambah probenesid, seftriakson, siprofloksasin, eritomisin, dan ofloksasin.
Bab IV. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Profil antibiotika yang digunakan oleh PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta tahun 2005 adalah ampisilin, amoksisilin, dan tetrasiklin.Tidak ada perbedaan profil antibiotika yang dulu pernah diteliti oleh Putranto (2005).
2. Drug Related Problems yang ditemukan adalah: 54 kasus pernah mengalami dosis terlalu rendah, 43 kasus tidak perlu terapi obat, 22 kasus memerlukan tambahan terapi, 2 kasus tidak taat akan aturan pakai obat, dan 14 kasus salah memilih obat.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai tingkat resistensi bakteri dan sensitivitas antibiotika pada PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta.
2. Perlu diberikan penyuluhan mengenai IMS dan pemakaian obat yang rasional pada PSK di lokasi Pasar Kembang Yogyakarta supaya tidak terjadi penggunasalahan obat.
Daftar Pustaka
Aprilianingrum, F., 2002, Survei Penyakit Sifilis dan Infeksi HIV pada Pekerja Seks Komersial Resosialisasi Argorejo Kelurahan Kalibanteng Kulon Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang Tahun 2002, Laporan Penelitian, Semarang.
Daili, S.F., 2001, Gonore, dalam Daili, S.F., Makes, W.I., dan Zubier, F., Penyakit Menular Seksual edisi 2, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 44-50.
58
Hutapea, N.O., 2001, Sifilis, dalam Daili, S.F., Makes, W.I., dan Zubier, F., Penyakit Menular Seksual. edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 85-102.
Notoatmodjo, S., 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan edisi 2, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta: 92.
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Penerbit Rajawali: 10-18.
Prayitno, I., 2000, Pelayanan Kefarmasian di Indonesia, Makalah Pekan Ilmiah Nasional VII dan Munas Ismafarmasi VIII. Jakarta.
Putranto, Y.W.A., 2002, Kajian Penggunaan Antibiotika di Kalangan PSK Perempuan di Lokalisasi Pasar Kembang Yogyakarta, Skripsi, Yogyakarta: USD.
Qomariah, S.N., Amaliah, L., dan Darwisyah, S.R., 2001, Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) pada Perempuan Indonesia. Pusat Komunikasi Kesehatan Bersperspektif Gender Bekerja Sama dengan Ford Foundation. Jakarta: 1-14, 23-45.
Sarwanto dan Kuntara, 2003, Penentuan Besar Sampel, Medika 2003: no.12, 795.
Strand, L.M., Morley, P.C., Cipolle, R.J., 1998, Pharmaceutical Care Practice, New York: Mc Graw-Hill Co.: 75-110.
Warsa, U.C., 2004, Superbugs Mikroba Yang Kebal Antibiotika, http:\www.sinarharapan.co.id\iptek\kesehatan\kes2.html. Diakses tanggal 5 Agustus 2005.
Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamilton, C.W., 2003, Pharmacotherapy

INFORMASI DASAR TENTANG IMS

Apa itu IMS?

IMS adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk hubungan seks lewat liang senggama, lewat mulut (karaoke) atau lewat dubur.

IMS juga disebut penyakit kelamin atau penyakit kotor. Namun itu hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin.
Istilah infeksi menular seksual lebih luas maknanya, karena menunjuk pada cara penularanya.
Tanda-tandanya juga ada di alat penglihatan, mulut, saluran pencernaan, hati, otak dan bagian tubuh lainnya.

Contohnya HIV-AIDS dan Hepatitis B yang menular lewat hubungan seks, tetapi penyakitnya tidak bisa dilihat dari alat kelaminnya. Artinya, alat kelaminnya masih tampak sehat meskipun orangnya membawa bibit penyakit-penyakit ini.

Mengapa saya perlu tahu tentang IMS?

Kalau kita sudah pernah berhubungan seksual, maka kita dapat terkena IMS, walaupun mungkin kita cuma pernah berhubungan seksual satu kali saja.

Apa bahayanya IMS?

IMS membuat kita sakit-sakitan
IMS membuat kita mandul
IMS bisa menyebabkan keguguran
IMS bisa menimbulkan kanker leher rahim
IMS bisa merusak penglihatan, otak dan hati
IMS bisa ditularkan kepada bayi
IMS bisa menyebabkan kita mudah tertular HIV
IMS tertentu seperti HIV dan Hepatitis B, bisa menyebabkan kematian

Apa saja jenis-jenis IMS itu?

IMS ada banyak sekali jenisnya! Beberapa diantaranya yang paling penting adalah:

GO atau kencing nanah
Klamidia
Herpes kelamin
Sifilis atau raja singa
Jengger ayam
Hepatitis
HIV-AIDS

Di zaman sekarang, Klamidia semakin sering ditemui. Seperti juga GO, klamidia amat sering membuat orang mandul bila tidak diobati dengan benar. Jengger ayam dan herpes juga sering ditemui dan biasanya menjengkelkan karena penyakit-penyakit ini kumat-kumatan seumur hidup. Raja Singa juga akibatnya buruk kalau tidak cepat diobati. Hepatitis kalau sudah parah juga berbahaya dan merusak hati. Sementara AIDS yang disebabkan HIV dan merusak kekebalan tubuh manusia juga makin banyak dan membuat orang sakit-sakitan. Sebagian besar mereka yang tertular HIV meninggal karena AIDS. Obat-obatan untuk mengendalikan (bukan menyembuhkan) HIV umumnya mahal, sehingga tidak terjangkau kebanyakan orang.

Apakah semua IMS bisa diobati?

Tidak semua IMS bisa diobati. HIV/AIDS, Herpes, Jengger Ayam dan Hepatitis termasuk jenis-jenis IMS yang tidak bisa disembuhkan. HIV/AIDS termasuk paling berbahaya. HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan dan merusak kekebalan tubuh manusia untuk melawan penyakit apapun. Akibatnya, orang menjadi sakit-sakitan dan banyak yang meninggal karenanya.
Sementara Herpes, sering kambuh dan sangat nyeri kalau kambuh. Pada Herpes, yang diobati cuma gejala luarnya saja, tetapi bibit penyakitnya akan tetap hidup di dalam tubuh selamanya.
Catat! Hepatitis juga tidak bisa disembuhkan. Walau begitu, ada jenis Hepatitis tertentu yang bisa dicegah dengan imunisasi.

Apakah IMS selalu ada tandanya?

Tidak! Seringkali IMS tidak menunjukkan gejalasama sekali dan tidak terasa, sehingga kita tidaktahu kalau kita sudah terkena. IMS tidak selalu menunjukkan tanda atau gejala, baik pada laki-laki atau perempuan. Beberapa IMS tandanya bisa muncul setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bahkan tahunan setelah kita terkena.

Pada perempuan, IMS seringkali tidakmenunjukkan gejala. Meski gejalanya tidak ada dan tidak terasa sakit, IMS ini bisa ditularkan kepada orang lain.
Orang yang mengidap HIV, tidak akan menunjukkan gejala sampai bertahun-tahunkemudian. Kita tidak bisa melihat apakah mereka sudah terinfeksi atau belum. Walau tidak ada gejala dan kelihatan sehat, mereka dapat menularkan HIV. Seringkali, orang yang terkena HIV juga tidak tahu kalau dirinya sudah terkena, karena dia sendiri merasa sehat meski sudah terkena bertahun-tahun yang lalu. Hanya tes darah yang dapat menunjukkan apakah seseorang sudah terkena HIV atau belum.

Mengapa orang sering tidak tahu dirinya terkena IMS?

Pada perempuan, masalahnya luka-luka IMS seringkali terjadi di leher rahim. Jauh di dalam, sehingga tidak kelihatan dari luar. Dan karena seringkali IMS tidak menimbulkan rasa nyeri, maka seseorang tidak merasa dirinya telah terkena IMS. Sementara pada laki-laki, luka-luka di mulut saluran kencing atau di saluran kencing juga tidak selalu kelihatan atau tidak disertai rasa nyeri.

Apa gejala IMS yang paling umum?

IMS sering tidak menujukkan gejala, terutama pada wanita. Namun demikian, ada pula IMS yang menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:

· Keluarnya cairan dari vagina, penis atau dubur yang berbeda dari biasanya. Pada perempuan, keputihan yang keluar semakin banyak. Warnanya bisa putih susu, kekuningan, kehijauan atau disertai dengan bercak darah. Bisa pula baunya tidak enak, berbentuk cairan ataupun serpihan-serpihan seperti pecahan susu.
· Perih, nyeri atau panas saat kencing atau setelah kencing, atau menjadi sering kencing.
· Luka terbuka, luka basah di sekitar kemaluan atau sekitar mulut. Sifat lukanya bisa nyeri, bisa juga tidak.
· Tumbuhan seperti jengger ayam atau kutil sekitar kemaluan.
· Gatal-gatal di daerah alat kelamin.
· Bengkak di lipatan paha.
· Pada pria, kantung pelir menjadi bengkak dan nyeri.
· Sakit perut di bagian bawah yang kumat-kumatan dan tidak ada hubungannya dengan haid.
· Keluar darah sehabis berhubungan seks.

· Secara umum merasa tidak enak badan atau demam.

Rabu, 02 Juli 2008

SMP Negeri 4 Palimanan

Sebentar lagi SMP Negeri 4 Palimanan Akan memasuki tahu ajaran baru, kami disini membuka pendaftar bagi siswa - siswi yang akan masuk SMP Negeri 4 Palimanan. Selain Ekstrakulikuler PMR Disini juga kami masih Ada Ekstrakulikuler Yang lain seperti PASKIBRA Dan Pramuka. Diluar itu juga kami mengadakan Ekstrakulikuler kesenian. Bagi yang berminat Hubungi pihak sekolah SMP Negeri 4 Palimanan, Jln. Ki Patih Waringin No.04 Desa Palimanan, Kab. Cirebon.
(Terimakasih)